Monday, July 24, 2023

Tentang Bulan dan Langit Penuh Bintang

Tuhan, kau menciptakannya terlampau sempurna bagi ku. Bagaimana bisa ku untuk mengiklaskannya pergi? Jika saja engkau tak mempertemukan kami kembali, mungkin ku hanya akan penasaran sampai mati namun dengan ketidak tahuan akan seberapa sempurnanya dirinya. Kini dengan takdirmu, ekspektasi ku terhadap perempuan terlalu meningkat standarnya, karena dia terlampau sempurna. 

Keluh ku memang tak bisa ku sampaikan kepada siapapun lagi. Mereka yang telah mengerti kisah ku mungkin telah sibuk dengan masalah kehidupannya diusia kami yang telah saling dewasa. Namun aku mengingat betul pernah memimpikannya, mencintainya di balik bayang dan menyembunyikan rasa di balik kesibukan. Janjiku padanya ketika kami masih SMA, tentang bagaimana aku akan mengajaknya kencan dengan motor gede ketika masa itu dia diantar jemput dengan satria F. Mungkin ketika aku bicara, tuhan mendengar keluhku masa itu, dan sekarang ku harap tuhan engkau mau mendengarnya lagi, ya tuhan aku ingin dia, selamanya.

Mencintainya dalam diam, seperti halnya mencintai langit malam penuh bintang serta rembulan. Kita hanya bisa menikmati bulan dan langit penuh bintang ketika polusi cahaya menghilang serta dipenuhi kesunyian dan kesendirian. Tuhan, aku lupa kenapa aku harus lari dari kota kelahiran ku dan pergi menuju seberang lautan. Sekarang, sepuluh tahun setelahnya aku ingat. Aku tak ingin berduka, sedih dan meratap ketika tau dia dimiliki orang lain. Pinta ku egois, aku ingin dia tak bertuan sama seperti rembulan yang hanya milik mu seorang tuhan. Meskipun dia dikelilingi jutaan bintang, ku harap tak ada bintang yang menggapainya. Karena aku masih ingin memujanya disela sepi dan heningnya malam. 

Ketika engkau mempertemukannya kembali dengan ku, aku ingin menyampaikan salam perpisahan. Mungkin sekali untuk selamanya. Namun jutaan bintang itu mengusik ku. Keindahan mereka mengganggu ku, memberikan rasa iri karna aku tak sebersinar itu. Aku, si bodoh nan pemberani itu pun lancang untuk menggapai sang bulan. Ingin ku simpan agar dia menjadi miliki seorang. 

Pikir ku, 10 tahun ini aku telah menjadi hebat. Telah lama berhenti melihat bulan, mengejar cahayaku sendiri tuk sejajar bersama bintang. Haha konyolnya. Aku, si bodoh nan pemberani ini dengan konyolnya mendaki langit mencoba merangkul sang rembulan. Si bodoh tak tau berinteraksi dengan orang tua, pemberontak tak berotak tanpa tata krama, si dekil gembel tak berharta. Lucu sekali, aku kira kemampuan ku untuk menggoda dan berbicara pada perempuan sudah pada batas maksimalnya. Didepan rembulan bibir ku gemetar, mulut ku membisu, suara ku bergeming. Dimana pria perkasa yang ku tahu tak pernah takut akan apapun itu. Yang dahulu bahkan menghadapi kematian hanya degan tertawa. 

Tuhan, yang pengasih dan maha bijaksana. Kepadamu aku bersujud mohon ampun atas kelancangan ku selama hidupku. Aku tau sekarang seberapa kecilnya pencapaian ku, seberapa banyaknya orang yang lebih hebat dari pada aku dan terangnya sinar sinar bintang di langit yang sudah tak mungkin lagi aku kejar terangnya pada diriku. 

Tapi tuhan, aku tau aku mencintainya. Ditengah keraguan ku dapat membahagiakannya atau tidak, aku ingin melihat kebahagiaannya dari dekat. Menatap matanya sebelum terlelap serta melihat kecantikannya disetiap ku membuka mata. Menggengam tangannya disetiap ia memerlukannya atau hanya sekedar menjaganya dari sakitnya. 

Jadi tuhan, bisakah engkau jadikan kebahagiaan ku bersamanya untuk selamanya? Bersama rembulan yang selalu aku damba.